BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kematian merupakan hal yang
tidak bisa dihindarkan bagi semua makhluk yang bernyawa, termasuk makhluk yang
disebut manusia itu sendiri. Manusia dimuka bumi ini terdiri dari bersuku-suku
dan berbangsa-bangsa yang memiliki kebudayaan berbeda-beda pula pada setiap
pemaknaan setiap hal yang berkaitan dengan manusia, termasuk tata cara dalam
pelaksanaan upacara/ritual kematian (kedukaan). Dalam setiap acara/ritual
kedukaan pada masing-masing budaya berbeda-beda, masyarakat Muna memiliki acara
ritual/upacara adat yang mempunyai makna dalam setiap tahapan-tahapannya.
Ritual kematian/kedukaan dalam masyarakat muna merupakan kebiasaan yang
turun-temurun dari zaman dahulu kala sampai sekarang ini. Pada dasarnya
kebiasaan itu merupakan akulturasi budaya leluhur hindu-budha dan budaya Islam,
karena banyak contoh tahapan pelaksanaan ritual yang dicampuradukan antara
budaya hindu-budha dan budaya islam misalnya: kemenyan/dupan merupakan
kebiasaan hindu budha dan dilakukan dengan ucapan bahasa islami pada saat
setiap pembukaan ritual kematian.
Masyarakat Muna masih menjalankan kebudaayan
ritual/upacara adat kedukaan sampai sekarang, yang secara sadar dan ada juga
yang menjalankan hanya karena dianggap kebiasaan leluhur yang harus dilakukan. Banyak
makna yang terkandung dalam setiap tahapan ritual tersebut, yang secara sadar
maksudnya mengetahui makna ritualnya, tetapi ada juga yang sama sekali tidak
mengetahui. Maka dari itu penulis mengambil judul tentang “RITUAL KEMATIAAN/KEDUKAAN
PADA MASYARAKAT MUNA”. Makalah ini diharapkan memberikan pemahaman kepada
mereka yang membutuhkan referensi tentang ritual adat kematian pada masyarakat
Muna.
B. Rumusan
Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu;
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu;
Bagaimanakah prosesi ritual kematian /kedukaan pada
masyarakat suku Muna?
a. Prosesi ritual dan makna dimandikan, dikafani,
disholatkan, dan di kuburkannya jenazah
pada masyarakat suku Muna
b. Prosesi ritual dan makna paska setelah penguburan jenazah
pada masyarakat suku Muna.
C. Tujuan dan manfaat
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan prosesi ritual kematian/kedukaan pada masyarakat suku Muna.
Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan makah ini adalah untuk
mengetahui dan memehami bagaimana prosesi ritual kematian/kedukaan pada
masyarakat suku Muna.
BAB
II
PEMBAHASAAN
A.
Prosesi ritual dan makna dimandikan, dikafani,
disholatkan, dan dikuburnya jenazah pada masyarakat suku Muna
1.
Prosesi ritual dan makna dimandikannya jenazah
Pada masyarakat suku Muna sebelum dimandikan
oleh pegawai sara peratama sekali ketika mendiang atau allmarhum menghembuskan
nafas terakhirnya terlebih dahulu dimandikan oleh keluarganya yang biasa di
sebut kalingkita (mandi pertama)
dengan dihantarkan pembacaan ayat suci al-qur’an . Setelah itu dimandikan oleh
pegawai sara dengan beberapa ketentuan.
Dalam tata cara memandikan jenazah yaitu sesuai
dengan yang di anjurkan oleh agama. Pada masyarakat suku muna, proses
memandikan jenazah ada beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu:
a.
Menyediakan air
yang suci dan mensucikan, secukupnya dan mempersiapkan perlengkapan mandi
seperti handuk, sabun, wangi-wangian, kapur barus, dan lain-lain
b.
Mengusahakan
tempat untuk memandikan jenazah yang
tertutup
c.
Menyediakan kain
kafan secukupnya
d.
Orang-orang yang akan memandikan
jenazah itu adalah
keluarga dekat jenazah atau orang-orang yang dapat menjaga rahasia. Jika jenazahnya lelaki maka yang memandikan harus lelaki, demikian juga sebaliknya bila jenazahnya perempuan maka yang memandikan harus perempuan, kecuali suami kepada istrinya atau istri kepada suaminya. Dalam hal ini tidak ada kias seorang anak memandikan orang tuanya yang lain jenis.
keluarga dekat jenazah atau orang-orang yang dapat menjaga rahasia. Jika jenazahnya lelaki maka yang memandikan harus lelaki, demikian juga sebaliknya bila jenazahnya perempuan maka yang memandikan harus perempuan, kecuali suami kepada istrinya atau istri kepada suaminya. Dalam hal ini tidak ada kias seorang anak memandikan orang tuanya yang lain jenis.
Dalam proses memandikan jenazah ini, dilakukan
oleh 7orang yaitu 1orang yang di pimpin oleh pegawai Sara yang di namakan
“mowano sala” yang bertugas menyiramkan air ketubuh jenazah. “Fokabusano” yaitu
orang yang meratakan siraman air ketubuh jenzah di bagian istinjanya (dubur).
“Fodidino” yaitu orang yang mengelap jenazah setelah di mandikan. Yang 3 lainnya
yaitu dinamakan “Fotangono” yang
bertugas menjaga(mempangku)kaki,tengah (bagian perut) dan kepala terhadap jenazah.
2.
Prosesi ritual dan makna
dikafani, dan di sholatkannya jenazah
Pada
masyrakat suku Muna dalam pengkafanan jenazah dan di sholatkannya jenazah yaitu sesuai dengan yang dianjurkan oleh
agama, yaitu:
· Tempat mengkafani
diusahakan terlindung dari hujan dan pandangan orang
banyak.
· Kain kafan disusun sebanyak
5 lembar untuk mayat perempuan. Terdiri atas : Dua helai kain, sebuah baju kurung dan selembar sarung
beserta kerudungnya
·
Jenazah
laki-laki dibalut dengan 3 lapis kain kafan
·
Jenazan wanita
dibalut dengan lima helai kain kafan.
Tata cara mensholatkan jenazah:
·
Sholat jenazah dilakukan
secara berjamaah.
·
Imam berdiri sejajar
menghadap jenazah sejajar dengan bagian kepala bagi laki-laki dan
bagian perut atau
punggung jenazah
bagi jenazah perempuan.
3.
Prosesi ritual dan makna dikuburnya
jenazah
Dalam proses di kuburnya jenazah, sebelum diberangkatkan
jenazah terlebih dahulu diadakan pembacaan riwayat hidup allmarhum atau
mendiang. Setelah itu diantarkannya jenazah ke ketempat peristerahatan
terakhir(kubur). Sesampai ke tempat pemakaman, maka yang turun pertama ke liang
lahat yaitu Imam dengan di temani 3 orang untuk yang mengangkat jenazah dan
imam untuk mengazankan jenazah dalam liang lahat tersebut. Kemudian proses
penguburan telah selesai dan di sertai dengan pembacaan doa terakhir bersama
imam, keuarga beserta orang- orang yang mengantar jenazah tersebut.
B. Prosesi
ritual dan makna paska setelah penguburan jenazah pada masyarakat suku Muna
Prosesi ritual yang diadakan masyarakat suku muna
paska setelah penguburan jenazah yaitu ada beberapa macam ritual seperti:
1.
Patai
,(2 hari setelah penguburan)
Dalam masyarakat suku Muna, ritual yang berhubungan dengan kematian ada yang dikenal dengan nama patai atau 2 hari setelah penguburan. Ritual ini diadakan dengan acara baca-baca dengan makna di pindahkanna arwah mendiang atau allmarhum ke alam syahiri.
2.
Patai
etolo, (3 hari setelah penguburan)
Dalam masyarakat suku Muna setelah pelaksanaan ritual yang dinamakan patai, setelah itu di lanjutkan dengan prosesi ritual yang dinamakan patai etolu (3 hari setelah penguburan). Dal ritual tersebut seperti biasa di adakan acara bacaan ayat suci al-qur’an dan baca-baca yang dimaknai dengan di pindahkannya arwah allmarhum atau mendiang kealam bradja.
3.
Patai
efitu, (7 hari setelah penguburan)
Dalam masyarakat suku Muna setelah pelaksanaan prosesi ritual patai etolu, setelah itu ada yang di namakan dengan patai efitu. Dalam prosesi tersebut yang dilakukan sama seperti proses-proses yang di atas yang di maknai dengan di pindahkannya arwah almarhum atau mendiang kealam alakad . setelah prosesi hari ketujuh ini, diadakan prosesi yang di namakan kakadiu (mandi-mandi) oleh keluarga almarhum. Setelah itu diadakannya ziarah kubur yang bertujuan kafealaino efitu.
4. Kafongkorano dhuma , (malam jum’at-an)
Ritual ini di laksanakan pada setiap kamis malam setelah prosesi ritual efitu (7 hari) dilaksanakan. Ritual ini biasanya sampai paska proses ritual fatofulugha (40 hari), ada juga sebagian masyarakat suku Muna melaksanakan kadhuma ini sampai paska 100 hari dilaksanakan, guna untuk mendoakan arwah mendiang atau allmarhum diterima sholatnya.
5.
Fatofulugha,
(40 hari setelah penguburan)
Prosesi fatofulugha (40 hari setelah penguburan) ini di adakan dengan makna di pindahkannya arwah allmarhum kea lam arwah . prosesi ini sama pula di laksanakan dengan prosesi-prosesi sebelumnya. Acara 40 hari ini di adakan penempatan nisan di makan allmarhum atau mendiang (alano bata).
6.
Kabhotu,
(100 hari setelah penguburan)
Pada masyarakat suku Muna, yang berhubungan dengan kematian ada pula yang di kenal dengan nama kabhotu atau seratus hari setelah penguburan. Ritual ini di adakan dengan makna dipindahkannya arwah allmarhum kealam istisan. Kabhotu artinya pemutusan yang maksudnya diputuskannya hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang hidup. Karena, tidak ada lagi hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang masih hidup. Ritual Kabhotu ini pula merupakan ritual terakhir yang dilakukan masyarakat suku Muna dalam prosesi kematian.
Ritual-ritual diatas dilakukan untuk memindahkan arwah allmarhum dari alam kealam, yatu dari alam syahiri, bradja, alakad, asman, arwah, sampai kea lam istisan Yang diadakan dengan baca-baca dilakukan dengan cara bakar-bakar dupa yang dipimpi oleh tokoh masyarakat atau lebe (bahasa muna) untuk mengirimkan doa agar semoga arwah mendiang atau allmarhum dapat tempat yang layak di pangkuan yang Maha kuasa. Tetepi perkembangan-nya ritual-ritual ini telah dipengaruhi kebuayaan islam karena setiap pelaksanaannya ritual-ritual ini diadakan dengan acara tahlilan dan pembacaan ayat-ayat suci al-qur’an.
Pada masyarakat suku Muna, yang berhubungan dengan kematian ada pula yang di kenal dengan nama kabhotu atau seratus hari setelah penguburan. Ritual ini di adakan dengan makna dipindahkannya arwah allmarhum kealam istisan. Kabhotu artinya pemutusan yang maksudnya diputuskannya hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang hidup. Karena, tidak ada lagi hubungan antara orang yang meninggal dengan orang yang masih hidup. Ritual Kabhotu ini pula merupakan ritual terakhir yang dilakukan masyarakat suku Muna dalam prosesi kematian.
Ritual-ritual diatas dilakukan untuk memindahkan arwah allmarhum dari alam kealam, yatu dari alam syahiri, bradja, alakad, asman, arwah, sampai kea lam istisan Yang diadakan dengan baca-baca dilakukan dengan cara bakar-bakar dupa yang dipimpi oleh tokoh masyarakat atau lebe (bahasa muna) untuk mengirimkan doa agar semoga arwah mendiang atau allmarhum dapat tempat yang layak di pangkuan yang Maha kuasa. Tetepi perkembangan-nya ritual-ritual ini telah dipengaruhi kebuayaan islam karena setiap pelaksanaannya ritual-ritual ini diadakan dengan acara tahlilan dan pembacaan ayat-ayat suci al-qur’an.
BABIII
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan makalah
ini adalah bahwa pada masyarakat suku
Muna yang namanya ritual kematian ada beberapa macam tahapan. Tahapan- tahapan
tersebut dari proses dimandikan, di kafani, di sholatkan, dan dikuburkannya
jenazah ada ketentuan-ketentuan tertentu di dalamnya dan yang di sesuaikan
dengan agama.
Dan setelah
prosesi atau tahapan-tahapan tersebut ada juga Prosesi ritual paska setelah
penguburan jenazah pada masyarakat suku Muna,
yang di kenal dengan istilah patai
(2 hari setelah penguburan), patai
etolu(3 hari setelah penguburan),
patai efitu (7 hari setelah penguburan),
fatofulugha (40 hari setelah penguburan),
dan moghono (100 hari setelah
penguburan). Prosesi ritual-ritual
tersebut dilakukan dengan ketentuan-ketentuan tertentu pula.
B.
Saran
Yang
menjadi saran dalam penulisan makah ini yaitu;
· Untuk
masyarakat suku Muna tak seharusnya mengikuti kebudayaan orang lain.
· Untuk
para pemuda(generasi masa depan ) suku Muna selalu menjaga dan melestarikan
budaya dan tradisi tersebut